Konsumerisme: Kepentingan Ekonomi, Moral Masyarakat dan Lingkungan
Ditulis oleh : Bagas Agil Sampurna (Ilmu Ekonomi 2020) — Staff Kajian dan Riset Strategis BEM FEB UGM
Kegiatan konsumsi pada masa modern mengalami perubahan orientasi (Campbell 1998). Sebelumnya kegiatan konsumsi menjadi kegiatan yang sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan bergeser menjadi pemenuhan keinginan, yang dimana keinginan manusia tidak pernah ada habisnya dan selalu menginginkan hal yang lebih. Sama halnya dengan konsumerisme adalah budaya masyarakat untuk mengkonsumsi barang lebih banyak daripada yang dibutuhkan ketika memiliki lebih banyak pendapatan, bahkan pada konsumen yang sadar ekologis (Assadourian 2010). Sedangkan menurut Baudrillard kegiatan konsumsi merupakan sebuah tindakan sedangkan konsumerisme merupakan sebuah cara hidup. Lantas mengapa budaya konsumerisme bisa tumbuh budaya konsumerisme di masyarakat dan mengapa sangat berdampak pada perekonomian, moral dan lingkungan?
Tidak bisa dipungkiri gaya hidup konsumerisme semakin masif terjadi di masyarakat beringan dengan adanya modernisasi (Fromm 2013). Selanjutnya, kegiatan ekonomi postmodern seperti memproduksi massa barang-barang mewah, iklan dan promosi barang-barang dan layanan yang bermerek dan efisiensi organisasi yang mendorong merosotnya moral masyarakat (Baudrillard 2012). Selain demoralisasi masyarakat, budaya konsumerisme juga memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan (Orecchia and Zoppoli 2007). Walaupun demikian budaya konsumerisme ini memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi yang nantinya berdampak pada peningkatan standar hidup manusia.
Bangkitnya Konsumerisme
Dahulu sebagian besar manusia hidup dengan memiliki barang seadanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Masyarakat hidup dengan kemiskinan yang konstan dan kegiatan ekonomi terjadi sangat lesu dan berdampak pada sedikitnya pertumbuhan ekonomi pada saat itu. Lalu kira-kira pada tahun 1750 terjadilah consumer revolution yang berikatan erat dengan industrialisasi (Fairchilds 1993). Kejadian ini menjadi awal mulanya transisi dari scarcity society menuju modern mass consumption. Ekonomi mulai berkembang diiringi dengan kenaikan upah juga. Masyarakat yang sebelumnya hanya memiliki uang yang bisa dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari, sekarang dapat membeli barang-barang di luar kebutuhanya
Sejak masyarakat mulai mengkonsumsi barang-barang yang di luar kebutuhannya, terbentuklah permintaan yang berdampak pada munculnya industri-industri dan lapangan kerja baru untuk memenuhi permintaan masyarakat. Sebab, konsumsi adalah motivasi terkuat adanya kegiatan produksi; dan kepentingan produsen harus memperhatikan keperluan konsumen agar menarik konsumen tersebut (Smith 1791). Dengan masyarakat membeli barang-barang sekunder bahkan tersier hal ini menciptakan siklus ekonomi yang baik. Semakin banyak barang yang dibeli, semakin banyak bisnis tumbuh dan semakin banyak upah juga naik.
Pada awal berkembangnya gaya hidup modern, konsumerisme mendapat kritik dari berbagai pihak, salah satunya adalah dari agamawan. Pendeta Inggris tidak menyukai adanya gaya hidup materialisme, dimana mereka menyebut materialisme dan kesombongan dengan salah satu bentuk dosa. Hal tersebut mendorong adanya revolusi intelektual dengan pemikiran tajamnya mengubah perspektif kedudukan kesombongan dalam ekonomi. Mandeville (1992) mengungkapkan bahwa kemakmuran suatu negara pada akhirnya tergantung pada sesuatu yang sangat tidak bermoral bagi agama tapi akan sangat bermanfaat bagi masyarakat yaitu belanja untuk kesenangan sendiri. Menurutnya dengan meningkatkan permintaan tinggi untuk barang-barang yang tidak masuk akal dan sepele yang dapat membangun perekonomian menjadi lebih baik seperti rumah sakit menjadi terdanai, barang-barang pokok tersedia dengan harga yang terjangkau dan berlimpah , dan sarana prasarana tersedia dengan baik.
Berbeda dengan Mandeville, Rousseau (1999) terkejut dengan perubahan sikap dan gaya hidup yang terjadi akibat consumer revolution di Geneva. Menurutnya industrialisasi membuat masyarakat menjadi regresif dan bentuk self-love tidak sehat yang artifisial dan berpusat di sekitar kesombongan, kecemburuan, dan penyelarasan identitas yang memiliki pengaruh yang buruk dan berdampak pada kemerosotan moral masyarakat. Di bukunya Discourse on Inequality Ia lebih memilih gaya hidup yang lebih sederhana dan simpel seperti zaman dahulu. Ia membayangkan peradaban dimana masyarakat tinggal masih di hutan atau biasa disebut dengan istilah state of nature. Digambarkan masyarakat state of nature akan lebih memahami dirinya sendiri dan dengan demikian tertarik pada pemikiran yang penting perihal kehidupan, keluarga yang harmonis, rasa hormat dan kekaguman pada keindahan alam semesta dan hiburan yang sederhana. “State of nature” adalah moral dan dipandu oleh rasa kasihan spontan, empati terhadap orang lain dan penderitaan mereka.
Pentingnya Konsumerisme dalam Pertumbuhan Ekonomi
Di masa modern, perekonomian suatu negara sangat bergantung pada tingkat konsumsi. Pada tahun 1950-an, setelah Perang Dunia II, bahkan kegiatan konsumerisme dianggap sebagai tindakan yang patriotik karena telah membantu pemulihan ekonomi negara yang sedang terpukul. Demikian juga pada saat pandemi COVID-19 pemerintah berusaha mengembalikan daya konsumsi masyarakat agar bisa kembali seperti semula. Lalu seberapa pentingnya angka konsumsi terhadap pertumbuhan ekonomi?
Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan menghitung GDP menggunakan pendekatan pengeluaran. Walaupun konsumsi bukan satu-satunya komponen yang berpengaruh dalam peningkatan perekonomian, tetapi menurut data dari globaleconomy.com kurang lebih dari 60% GDP dunia berasal dari konsumsi yang menjadikanya komponen terbesar dari GDP selain investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto. Bayangkan seberapa pentingnya peran konsumsi dalam perekonomian negara. Menurut penelitian (Alper, n.d.), hubungan antara pertumbuhan ekonomi, konsumsi, investasi, pengangguran, investasi portofolio dan tingkat tabungan di Brasil, Rusia, India, Afrika Selatan, dan Turki dengan menggunakan data tahunan untuk periode 2005–2016. Bahwa setiap 1% pertumbuhan konsumsi akan berdampak kurang lebih 0.41% pada pertumbuhan ekonomi. Beraneka ragam yang dapat dinikmati dari pertumbuhan ekonomi seperti: peningkatan standar hidup, penurunan angka pengangguran, peningkatan pelayanan publik dan masih banyak lagi.
Pentingnya konsumsi di suatu perekonomian bisa dijelaskan menggunakan income and employment theory. (Keynes 2018)Teori ini menjelaskan bagaimana peran aggregate demand sangat penting untuk perekonomian suatu negara. Jika sedang mengalami krisis ekonomi dengan sumber daya produktif dengan surplus (yaitu, tingkat pengangguran yang tinggi), negara seharusnya melakukan kebijakan fiskal defisit seperti membuka lapangan dengan membangun sara publik. Yang menjadi poin utama dari teori ini adalah bagaimana mengembalikan daya beli masyarakat kembali agar aggregate demand dapat terbentuk dan kegiatan produksi dapat berjalan lagi.
Dampak Konsumerisme terhadap Demoralisasi Masyarakat
Di era modern ini pasti sangat sulit bagi kita saat berbelanja di supermarket tidak melihat tanda-tanda diskon di sepanjang lorong supermarket atau iklan barang-barang bermerk yang terpampang di sosial media anda hingga lagu atau slogan dari iklan tersebut anda hafal diluar kepala. Berbagai cara yang dilakukan oleh produsen untuk menarik perhatian konsumen agar membeli produknya yang sebenarnya produk tersebut tidak diperlukannya. Kejadian ini menjadi salah satu contoh yang berdampak pada pergeseran orientasi konsumsi yang sebelumnya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan menjadi pemenuhan keinginan dan ini diperparah oleh adanya modernisasi. Esensi utama dari kegiatan konsumsi seakan-akan memudar akibat adanya modernisasi.
Menurut (Baudrillard 2012) masyarakat konsumen mengkonsumsi sesuatu bukan karena kebutuhan tetapi lebih mementingkan faktor keinginan. Hal ini disebabkan karena masyarakat konsumsi lebih mementingkan nilai simbol atau prestise dari suatu barang dibandingkan nilai kegunaanya. Jean Baudrillard menganalogikan masyarakat konsumsi menggunakan teori hiperealitas, dimana ketidakmampuan kesadaran masyarakat untuk membedakan realitas dari simulasi realitas, terutama dalam masyarakat yang berteknologi maju. Seperti jika ingin terlihat tampan, kita harus menggunakan pakaian yang bermerek mahal.
Demikian juga (Ritzer 2013)menggambarkan masyarakat konsumsi dengan istilah McDonaldisasi. Gagasan ini muncul akibat munculnya industri-industri besar yang mengglobal dan berpengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Menurut Ritzer masyarakat modern sangat mengedepankan rasionalitas formal. Rasionalitas formal terdiri dari empat komponen rasionalitas formal yaitu: efisiensi, prediktabilitas, menekankan pada kuantitas ketimbang kualitas dan penggantian teknologi. Namun, bentuk rasional inilah yang cenderung menyebabkan ketidakrasionalan dari sesuatu yang rasional (the irrationality of rationality). Rasionalitas formal ini dimiliki oleh industri-industri besar yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Salah satu dampak dari pola pikir tersebut adalah terjadi penyelarasan selera terhadap suatu individu yang nantinya akan menuju menciptakan penyamarataan identitas mereka semata-mata terikat dengan korporasi.
Dampak Konsumerisme terhadap Lingkungan
Dampak konsumerisme terhadap lingkungan semakin hari semakin mengerikan. Tidak bisa disangkal bahwa kegiatan ekonomi selain memproduksi barang dan jasa yang berguna bagi kehidupan manusia, juga memproduksi polusi seperti: asap yang menyelimuti perkotaan ,limbah yang berenang hingga ke ujung samudra, sampah plastik yang membentuk pulau sampah dan masih banyak lagi. Faktanya polusi yang memiliki ancaman terbesar bagi kelanjutan hidup manusia adalah kualitas lingkungan yang memburuk akibat dari peningkatan emisi gas rumah kaca.
Banyak bencana alam yang dapat dirasakan akibat dari penambahan gas rumah kaca seperti pergantian cuaca yang ekstrim sehingga, meningkatnya keasaman laut, muncul berbagai penyakit baru dan masih banyak lagi (Parry et al. 2007). Hal ini mungkin sangat terjadi dengan adanya korelasi positif antara pertumbuhan penduduk dengan bertambahnya carbon footprint tiap tahunnya (Khan, Hou, and Le 2021). Selain itu menurut penelitian dari (Alper, n.d.) setiap 1% pertumbuhan perekonomian suatu negara mengarah ke pertumbuhan emisi karbon sebesar 0.5%-0.8%. Sungguh hal ini menjadi dilema, dimana peran konsumsi yang di paragraf sebelumnya memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan perekonomian tetapi disisi lain terdapat harga yang harus dibayar yang berdampak pada lingkungan. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas semua ini?
Sudah dijelaskan sebelumnya, kegiatan ekonomi berjalan berawal dari adanya permintaan. Tentu budaya masyarakat konsumtif ikut andil dalam pertumbuhan gas rumah kaca. Jika kita bandingkan negara yang perekonomianya sudah mapan seperti Amerika dengan negara yang perekonomian yang masih berkembang seperti Indonesia, Menurut data dari World Bank pada tahun 2014 rata-rata total energi yang digunakan orang amerika hampir delapan kali lipat dari orang Indonesia. Tetapi kita tidak bisa hanya menyalahkan masyarakat konsumen saja, sebab untuk mengatasi perubahan iklim dibutuhkan semua pihak yang ikut andil dalam bertambahnya gas rumah kaca. Seperti perusahaan-perusahaan juga ikut andil dalam perubahan iklim ini. Secara tidak langsung perusahaan juga yang mendorong agar masyarakat menjadi lebih konsumtif. Dan yang terakhir adalah pemerintah bisa menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung adanya perkembangan dan pemakaian teknologi yang ramah lingkungan seperti melakukan subsidi atau memberlakukan premi tambahan terhadap perusahaan yang menggunakan gas emisi (Du, Tang, and Song 2016).
Dari ketiga pihak tersebut dibutuhkan kesadaran akan bahayanya perubahan iklim bagi umat manusia. Walaupun dalam proses transisi terdapat kerugian yang didapatkan saat pelaksanaan, tetapi ingat satu hal bahwa lingkungan adalah hal yang sangat berharga.
Kesimpulan: Walaupun secara garis besar budaya konsumerisme menjadi tulang punggung dari pertumbuhan perekonomian terdapat pengorbanan yang harus dibayar oleh masyarakat yaitu penurunan moral masyarakat dan lingkungan. Terdapat tugas baru untuk sistem perekonomian post-modern yaitu menemukan jenis baru konsumerisme. Konsepsi ekonomi berfokus pada pembelian dan penjualan jasa dan barang yang berfokus pada kebutuhan kita yang lebih tinggi dan ramah lingkungan.
Daftar Pustaka:
Alper, Ali Eren. n.d. ‘The Relationship of Economic Growth With Consumption, Investment, Unemployment Rates, Saving Rates and Portfolio Investments In The Developing Countries Gelişmekte Olan Ülkelerde Ekonomik Büyüme, Tüketim, Yatırım, İşsizlik Oranları, Tasarruf Oranları ve Portfolyo Yatırımları Arasındaki İlişki’, 8.
Assadourian, Erik. 2010. ‘Transforming Cultures: From Consumerism to Sustainability’. Journal of Macromarketing 30 (2): 186–91. https://doi.org/10.1177/0276146710361932.
Baudrillard, Jean. 2012. The Consumer Society: Myths and Structures. Reprinted. Theory, Culture & Society. Los Angeles, Calif.: SAGE.
Campbell, Colin. 1998. ‘Consumption and the Rhetorics of Need and Want’. Journal of Design History 11 (3): 235–46.
Du, Shaofu, Wenzhi Tang, and Malin Song. 2016. ‘Low-Carbon Production with Low-Carbon Premium in Cap-and-Trade Regulation’. Journal of Cleaner Production 134 (October): 652–62. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.01.012.
Fairchilds, Cissie. 1993. ‘Consumption in Early Modern Europe. A Review Article’. Edited by Hoh-Cheung, Lorna H. Mui, Daniel Roche, Carole Shammas, and Lorna Weatherill. Comparative Studies in Society and History 35 (4): 850–58.
Fromm, Erich. 2013. To Have or To Be? A&C Black.
Keynes, John Maynard. 2018. The General Theory of Employment, Interest, and Money. Springer.
Khan, Irfan, Fujun Hou, and Hoang Phong Le. 2021. ‘The Impact of Natural Resources, Energy Consumption, and Population Growth on Environmental Quality: Fresh Evidence from the United States of America’. Science of The Total Environment 754 (February): 142222. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2020.142222.
Mandeville, Bernard de. 1992. The Fable of the Bees. Jazzybee Verlag.
Orecchia, Carlo, and Pietro Zoppoli. 2007. ‘Consumerism and Environment: Does Consumption Behaviour Affect Environmental Quality?’ SSRN Electronic Journal. https://doi.org/10.2139/ssrn.1719507.
Parry, ML, O Canziani, JP Palutikof, Paul van der Linden, and CE Hanson. 2007. ‘Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Vulnerability’. In Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.
Ritzer, George. 2013. The McDonaldization of Society: 20th Anniversary Edition. SAGE.
Rousseau, Jean-Jacques. 1999. Discourse on the Origin of Inequality. Oxford University Press.
Smith, Adam. 1791. An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Librito Mondi.